Malutpedia.Com Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara mendesak Inspektur Tambang dan Pemerintah Daerah agar segera mengeluarkan rekomendasi penghentian aktivitas pertambangan PT Karya Wijaya di Pulau Gebe, Halmahera Tengah.
Desakan ini muncul lantaran perusahaan tersebut diduga melakukan aktivitas tambang tanpa izin lengkap dan melanggar aturan kehutanan maupun kelautan.
Perusahaan dengan konsesi awal seluas 500 hektare itu bahkan pada 2025 diperluas menjadi 1.145 hektare, meliputi wilayah Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, dengan izin berlaku hingga 2036, Namun, keabsahan izin dan tata batas wilayah kerja PT Karya Wijaya dinilai bermasalah.
Ketua DPD GPM Maluku Utara, Sartono Halek, menegaskan PT Karya Wijaya belum menyelesaikan kewajiban administratif seperti penetapan tata batas area kerja yang seharusnya disampaikan ke Kementerian ESDM.
“Perusahaan ini diduga membuka tambang di luar area IUP yang berlaku, sehingga saat ini sedang ditangani Satgas PKH,” ujarnya.
Selain itu, PT Karya Wijaya juga terseret konflik hukum terkait izin usaha pertambangan (IUP) dengan PT Fajar Bakti Lintas Nusantara (FBLN). Awalnya, IUP dimiliki oleh FBLN, namun dicabut oleh Kementerian ESDM.
Setelah mengajukan banding, FBLN menang di pengadilan. Kondisi ini menimbulkan keraguan atas dasar perizinan PT Karya Wijaya yang semestinya belum bisa beroperasi.